Senin, 20 April 2015

sejarah sastra angkatan periode 1945-1953






KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Sastra Periode 1945 - 1953
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini kita dapat mengambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Jember, April 2015


Penyusun



















BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak bisa lepas dari sejarah, karena segala sesuatu didalam dunia ini mengalami proses sejarah dalam perkembangannya. Begitu juga dalam proses belajar mengenai sastra tulisan di Indonesia, sejarah mengenai periodisasi dalam kesusastraan tidak bisa dipisahkan atau ditinggalkan begitu saja karena sastra yang berkembang sekarang merupakan penambahan atau penyempurnaan dari kesusastraan yang telah lampau atau bisa dikatakan proses periodisasi merupakan proses pertumbuhan dalam sastra di Indonesia. Dalam hal ini sastra dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Hal tersebut yang kemudian mempengaruhi atau membedakan karya sastra dari satu periode ke periode lainnya.
Penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal kemunculan sampai dengan perkembangannya. Periodisasi sastra, selain berdasarkan tahun kemunculan, juga berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta pandangan dan pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya kreatifnya.

1.2 Rumusan Masalah

1)      Apa yang dimaksud dengan Angkatan 45?
2)      Apa saja ciri-ciri sastra Angkatan 45?
3)      Siapa saja tokoh Angkatan 45?
4)      Apa saja contoh tulisan dari Angkatan 45?

1.3 Tujuan

1)      Untuk mengetahui pengertian Angkatan 45.
2)      Untuk mengetahui ciri-ciri sastra Angkatan 45.
3)      Untuk mengetahui tokoh-tokoh sastra Angkatan 45.
4)      Untuk mengetahui contoh tulisan sastra dari Angkatan 45.


1.4 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada mahasiswa Universitas Jember khususnya mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tentang sejarah sastra periode 1945 – 1953.




























BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian  Angkatan 45

            Dalam masyarakat Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu :
1)      Pengertian dalam bidang politik dan
2)      Pengertian dalam bidang sastra dan seni.
            Angkatan 45 dalam bidang politik mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan 45 dalam pengertian ini memiliki organisasi dan kepengurusan sendiri sejak dari pimpinan pusat sampai pada cabang-cabangnya di daerah tingkat II di seluruh Indonesia.
            Angkatan 45 dalam bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah Perang Dunia II dari yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda dengan angkatan terdahulu. Karya sastra pada angkatan 45 ini bercorak lebih realis dibandingkan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang romantis dan idealis. Selain itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah bangsa Indonesia. Gaya dari sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan yang "tidak berteriak tetapi melaksanakan". Sastra angkatan 45 juga dikenal sebagai sastra yang bersifat wajar karena menggambarkan kehidupan sewajarnya dan memperkenalkan tokoh-tokoh dalam gaya yang dramatis, tidak mementingkan analisis fisik tetapi menonjolkan analisis kejiwaan melalui percakapan antar tokoh. Karya sastra angkatan ini juga dikenal sebagai karya sastra yang baru karena berhasil meletakkan indentitas Indonesia dalam setiap karyanya, tidak seperti karya sastra angkatan-angkatan sebelumnya yang dipengaruhi oleh pengaruh asing.
            Nama angkatan 45 sebenarnya baru terkenal mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar untuk pertama kalinya melansir istilah angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Sebelum itu, orang menggunakan istilah yang bermacam-macam untuk menyebut angkatan tersebut, yaitu Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah Perang, Angkatan Pembebasan, Generasi Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan sebagainya.
            Sejak tahun 1949 untuk menyebut angkatan yang dimaksud orang menggunakan istilah angkatan 45. Walaupun namanya angkatan 45, sebenarnya angkatan itu sudah timbul sejak tahun 42 (zaman Jepang), yaitu sejak munculnya puisi-puisi Chairil Anwar, yang baik bentuk, gaya bahasa, maupun isinya lain dari puisi-puisi sebelumnya.
            Yang banyak jasanya dalam mempertegas kehadiran angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan pendukungnya ialah H.B. Jassin. Ia berhasil memberikan uraian tentang seluk beluk angkatan itu dan memberikan uraian tentang kepeloporan Chairil Anwar dalam angkatan tersebut. Dengan didirikannya angkatan 45, dibuatlah Surat Kepercayaan Gelanggang. Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan pendirian angkatan 45, walaupun pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari 1950 dan baru disiarkan dalam majalah Siasat pimpinan Rosihan Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Jadi, kurang lebih setahun sesudah Chairil Anwar meninggal (28 April 1949).
            Surat Kepercayaan Gelanggang adalah pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman Merdeka”, suatu perkumpulan yang didirikan pada tahun 1947 yang didalamnya selain para pengarang, juga berkumpul pelukis-pelukis, musikus, dan seniman lain. Karena para pengarang Angkatan 45 berkumpul dan bergerak dalam kelompok ini maka Surat Kepercayaan Gelanggang dipandang sebagai pernyataan sikap dan pendirian Angkatan 45 atau sebagai perwujudan konsepsi angkatan tersebut. Isi selengkapnya Surat Kepercayaan Gelanggang adalah sebagai berikut.
Surat Kepercayaan Gelanggang
            Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
            Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami sawo matang, rambut kami hitam, atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati pikiran kami. Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untuk kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melaplap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
            Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
            Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.
            Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18 Februari 1950
            Bilamana kita ringkaskan, maka isi pokok Surat Kepercayaan Gelanggang tersebut ialah:
1)      Angkatan 45 memandang dirinya sebagai ahli waris kebudayaan dunia dan akan diteruskan kebudayaan itu menurut cara mereka sendiri.
2)      Keindonesiaan mereka hanya dapat dikenal dari wujud pernyataan hati dan pikiran mereka, bukan dari bentuk-bentuk lahirnya.
3)      Kebudayaan Indonesia Baru tidak semata-mata berdasarkan kebudayaan Indonesia lama, tetapi ditetapkan dari ramuan hasil kebudayaan yang dating dari segenap penjuru dunia, yang kemudian dilontarkan kembali dalam wujud ciptaan menurut kehendak mereka.
4)      Revolusi bagi mereka adalah penempatan nilai-nilai baru di atas nilai-nilai lama yang sudah usang yang harus dihancurkan.
5)      Mereka berpendapat bahwa antara masyarakat dan seniman terjadi saling mempengaruhi.
            Surat keprcayaan Gelanggang penting artinya untuk memahami sikap, pendirian, dan cita-cita Angkatan 45. Konsepsi Angkatan 45 tercermin dan bersumber pada Surat Kepercayaan Gelanggang.
            Walaupun diantara pengarang Angkatan 45 ada yang tidak setuju dengan Surat Kepercayaan Gelanggang, pada hakikatnya antara Surat Kepercayaaan Gelanggang dengan Angkatan 45 ada kaitan yang erat sekali.

2.2 Ciri-Ciri Angkatan 45

1)      Terbuka
2)      Pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya
3)      Bercorak isi realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis
4)      Sastrawan periode ini terlihat menonjol individualismenya
5)      Dinamis dan kritis, berani menabrak pakem sastra yang mapan sebelumnya
6)      Penghematan kata dalam karya
7)      Lebih ekspresif dan spontan
8)      Terlihat sinisme dan sarkasme


2.3 Tokoh-tokoh sastra angkatan 45

1)      Chairil Anwar
Berdasarkan penelitian H.B. Jassin, selama kegiatannya dari tahun 1942 sampai tahun1949 Chairil Anwar telah menghasilkan 94 tulisan, yang terdiri atas 70 puisi asli, 4 puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Akan tetapi, seperti sudah disebutkan pada bagian terdahulu, jumlah 70 puisi asli itu harus dikuurangi dua sebagai puisi saduran, yaitu (1) puisi “Di Mesjid”, sebagai saduran puisi De Waan Zinnige, karangan Jan H. Eekhout, (2) puisi “Taman”, sebagai saduran puisi “De Tuin”, karangan Anthonie Donker dalam kumpulan puisinya De Einder.
2)      Asrul Sani
Asrul Sani adalah seorang penyair Angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah angkatan dan tidak setuju dengan semboyan-semboyan yang sering digunakan oleh pengarang Angkatan 45 yang lain. Juga semboyan Chairil Anwar tentang Human Dignity oleh Asrul Sani dianggap sudah tidak bertenaga lagi, bahkan sering digunakan untuk menyembunyikam kelemahan sendiri. Asrul Sani mengkritik Mochtar Lubis yang pernah mengatakan bahwa dalam perkataan Human Dignity tersimpul semua yang hendak kita perjuangkan. Ucapan semacam itu dipandang oleh Asrul Sani hanya sebagai heroisch gebaar yang kosong, yang tidak berarti.
Asrul Sani dilahirkan di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan yang dalam dunia sastra bergerak dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai, cerpen, puisi, kritik, terjemahan, juga menyutradarai pementasan drama, dan membuat film. Bersama Chairil ia pernah menjadi redaktur majalah Gema Suasana (yang kemudian berubah menjadi Gema), kemudian bersama Chairil Anwar, Rivai Apin, Rosihan Anwar, dan lain-lain menjadi redaktur ruangan kebudayaan “Gelanggang” dalam majalah Siasat; dan yang terakhir ia memimpin majalah kebudayaan yang bernama Gelanggang juga, tetapi hanya terbit beberapa nomor saja.
Ia pernah menjadi direktur ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia), ketua Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia), dan juga anggota DPRGR/MPRS wakil seniman.
Sebagai penyair telah banyak puisi yang digubahnya, tetapi hingga kini belum ada yang diterbitkan secara khusus sebagai kumpulan puisi kecuali yang terdapat dalam kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir.
Puisi Asrul Sani terasa merdu dan memberikan image (gambaran) yang jelas. Ada puisinya yang cenderung gaya mantra, misalnya yang berjudul “Mantra”. Memang sebagian puisi Asrul Sani menunjukkan nilai yang meyakinkan, tetapi beberapa puisinya terasa agak berat, bersifat agak intelektual.
3)      Rivai Apin
                        Rivai Apin lahir pada tanggal 30 Agustus 1927 di Padangpanjang. Ia telah banyak menulis puisi sejak masih di sekolah menengah. Kecuali menulis sajak, ia bergerak di bidang lain yang cukup banyak: menulis cerpen, esai, kritik, terjemahan, dan scenario film. Apabila Chairil Anwar biasa disebut orang sebagai seorang anarkis individualis (terutama berdasarkan puisinya yang berjudul “Kepada Kawan”); Asrul Sani seorang moralis aristocrat; maka Rivai Apin terkenal sebagai nihilis emosional.
                        Dikatakan nihilis karena tampaknya Rivai Apin tidak tahu arah hidup ini, tidak tahu apa yang harus diperbuat tentang dunia ini. Apa yang ditulis terutama cetusan emosi yang kurang pengendapan dan pemikiran. Selain kegiatannya menulis dalam berbagai bidang tersebut, Rivai Apin pernah duduk sebagai anggota redaksi dalam berbagai majalah antara lain: Gema Suasana, Gelanggang, dan Zenith. Akan tetapi, pada tahun 1954 ia keluar dari redaksi Gelanggang dan tidak lama kemudian aktif dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia pernah memimpin majalah kebudayaan Zaman Baru, yaitu majalah yang diterbitkan oleh Lekra. Karena meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI maka Rivai Apin termasuk tokoh lekra yang diamankan oleh yang berwajib.
4)      Idrus
                        Dalam masyarakat sastra Idrus sering disebut sebagai pelopor Angkatan 45 dibidang prosa, walaupun ia sendiri menolak penamaan semacam itu. Akan tetapi, peranannya dalam perkembangan sastra selanjutnya kurang penting dibandingkan dengan Chairil Anwar.
                        Ia pernah menjadi redaktur Balai Pustaka, dan pada waktu itu ia berkenalan dengan pengarang-pengarang, antara lain H.B Jassin, Sultan Takdir Alisjahbana, Nur Sultan Iskandar, dan Sanusi Pane. Pengalaman kritik dan pendapatnya tentang hubungannya dengan pengarang-pengarang itu kemudian dituangkan dalam novel autobiografinya yang berjudul Perempuan dan kebangsaan. Novel tersebut dimuat dalam nomor gabungan majalah Kebudayaan Indonesia, majalah yang mula-mula diterbitkan oleh Balai Pustaka. Walaupun oleh pengarangnya sendiri novel itu diakui kurang berhasil, novel itu penting untuk mengetahui kejiwaan Idrus pada waktu itu.
5)      Pramudya Ananta Tur
                        Pengarang keturunan Jawa ini berasal dari Blora, lahir tanggal 2 Februari 1925. Secara formal sebenarnya Pramudya kurang langsung ada kaitannya dengan Angkatan 45 sebab ia tidak pernah ikut memimpin suatu penerbitan sebagai media kegiatan Angkatan 45. Akan tetapi, berdasarkan karya sastra yang dihasilkan, ternyata banyak persamaan antara hasil sastra Pramudya dengan pengarang-pengarang Angkatan 45 yang lain.
                        Oleh Teeuw dikatakan bahwa Pramudya merupakan penulis prosa yang terpenting dari zamannya, baik ditinjau dari segi luasnya lapangan yang diliputi oleh karya-karya kreatifnya maupun dari segi nilai karya sastra itu. Lebih lanjut oleh Teeuw dikatakan bahwa Pramudya dari zaman antara tahun 1946 sampai dengan 1956 merupakan penulis prosa modern Indonesia yang teragung.
                        Karangan yang pertama diterbitkan oleh Pramudya berjudul Kranji dan Bekasi Jatuh (1947). Kemudian pada tahun 1949 ia menyiapkan cerpen berjudul Blora, yang ditulis waktu ia dipenjara. Setahun kemudian, novelnya Perburuan (1950) mendapat hadiah dalam rangka sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka. Dua karangannya yang terakhir inilah yang menyebabkan Pramudya terkenal dalam masyarakat sastra Indonesia. Cerpen Blora tersebut kemudian dimuat dalam kumpulan cerpen yang berjudul Subuh (1950).
                        Selain nama-nama diatas juga terdapat nama-nama lain yaitu: Mochtar Lubis, Sitor Situmorang, Achiat Karta Mihardja, Utuy Tatang Sontani, Trisno Sumarjo, Aoh K. Hadimadja, M. Balfas, Rusman Sutiasumarga, Mh. Rustandi Kartakusuma, M. Ali.

2.4 Contoh Tulisan Sastra Dari Angkatan 45

1)      Puisi Dongeng Buat Bayi Zus-Pandu (Asrul Sani)
      Sintawati dating dari Timur,
      Sintawati menyusur pantai,
      Ia cium gelombang melambung tinggi
      Ia hiasi dada dengan lumut muda,
      Ia bernyanyi atas karamg sore dan pagi,
      Sintawati telah dating dengan suka sendiri.
     
      Sintawati telah lepaskan ikatan duka.
      Sintawati telah belai nahkoda tua,
      Telah cumbu petualang berair mata
      Telah hiburkan perempuan-perempuan bernantian di pantai senja.
      Jika turun hujan terlahir di laut
      Berkapalan elang pulang ke benua
      Sintawati telah tunggu dengan warna bianglala,
      Telah bawa bunga, telah bawa dupa

      Sintawati telah mengambang di telaga gunung,
      dan panggil orang utas yang beryakinan kelabu,
      Telah menakik haruman pada batang tua,
      Telah dendangkan syair dari gadis remaja.

      Sintawati telah menyapu debu dalam kota,
      Telah mendirikan menara di candi-candi tua,
      Sintawati telah bawa terbang cuaca,
      Karena Sintawati senantiasa bercinta.

      Sintawati dating dari Timur,
      Sintawati telah datang………..
      ………….. datang,
                         Sinta
                                 datang……………….!
2)      Puisi Aku (Chairil Anwar)
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau.

Tak perlu sendu  sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa ‘ku bawa berlari
Berlari

Hingga hilang pedih perih

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
3)      Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
Segala kedaraannya tersaji hujau muda
Melayang di lembaran surat musim bunga
Berita dari jauh
Sebelum kapal angkat sauh

Segala kemontokan menonjol dikata-kata
Menepis dalam kelakar sonder dusta
Harum anak dara
Menghimbau dari seberang benua

Mari, dik, tak lama hidup ini
Semusim dan semusim lagi
Burungpun berpulangan

Mari, dik, kekal bisa semua ini
Peluk goreskan di tempat ini
Sebelum kapal dirapatkan.
4)      Malam Lebaran (Sitor Situmorang)
Bulan di atas kuburan



5)      Jam (Sitor Situmorang)
Aman sendiri dalam sunyi kamar
Ia layangkan pandang pada surat kabar
Terjatuh. Lupa segala yang di luar
Serta matahari yang terus bersinar

Sunyi pun menyusup dalam pikiran
Yang terlihat semua seakan ketiduran,
Perabot, dinding dan kenangan bertaburan,
Menyatu dalam samar kelupaan

Lalu dimimpinya berbunyi jam,
Berdetak dalam kenangan.
Tak ada yang gemerisik.

Detak jam bergema dalam,
Tepantul dasar kesedaran,
Kosong yang makin naik.
                                                            (Wajah Tak Bernama)


                       

                       













BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Angkatan 45 dalam bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah Perang Dunia II dari yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda dengan angkatan terdahulu. Karya sastra pada angkatan 45 ini bercorak lebih realis dibandingkan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang romantis dan idealis. Selain itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah bangsa Indonesia. Gaya dari sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan yang "tidak berteriak tetapi melaksanakan". Sastra angkatan 45 juga dikenal sebagai sastra yang bersifat wajar karena menggambarkan kehidupan sewajarnya dan memperkenalkan tokoh-tokoh dalam gaya yang dramatis, tidak mementingkan analisis fisik tetapi menonjolkan analisis kejiwaan melalui percakapan antar tokoh. Karya sastra angkatan ini juga dikenal sebagai karya sastra yang baru karena berhasil meletakkan indentitas Indonesia dalam setiap karyanya, tidak seperti karya sastra angkatan-angkatan sebelumnya yang dipengaruhi oleh pengaruh asing.

3.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas, maka perlu disarankan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengembangan sejarah sastra perlu terus dikembangkan untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap sejarah periodisasi sastra  perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.









DAFTAR PUSTAKA


Rosidi, Ajib. 1988. “Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia”. Bina Aksara: Jakarta
Sarwadi. 2004. "Sejarah Sastra Indonesia Modern". Yogyakarta: Gama Media





0 komentar:

Posting Komentar