KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah
Sastra Periode 1945 - 1953
Adapun makalah ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya
bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya
penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini kita dapat mengambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Jember,
April 2015
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan di
dunia ini, manusia tidak bisa lepas dari sejarah, karena segala sesuatu didalam
dunia ini mengalami proses sejarah dalam perkembangannya. Begitu juga dalam
proses belajar mengenai sastra tulisan di Indonesia, sejarah mengenai
periodisasi dalam kesusastraan tidak bisa dipisahkan atau ditinggalkan begitu
saja karena sastra yang berkembang sekarang merupakan penambahan atau
penyempurnaan dari kesusastraan yang telah lampau atau bisa dikatakan proses
periodisasi merupakan proses pertumbuhan dalam sastra di Indonesia. Dalam hal
ini sastra dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu faktor intrinsik maupun
faktor ekstrinsik. Hal tersebut yang kemudian mempengaruhi atau membedakan
karya sastra dari satu periode ke periode lainnya.
Penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal
kemunculan sampai dengan perkembangannya. Periodisasi sastra, selain
berdasarkan tahun kemunculan, juga berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan
dengan situasi sosial, serta pandangan dan pemikiran pengarang terhadap masalah
yang dijadikan objek karya kreatifnya.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan Angkatan 45?
2)
Apa saja ciri-ciri sastra Angkatan 45?
3)
Siapa saja tokoh Angkatan 45?
4)
Apa saja contoh tulisan dari Angkatan 45?
1.3 Tujuan
1)
Untuk mengetahui pengertian Angkatan 45.
2)
Untuk mengetahui ciri-ciri sastra Angkatan
45.
3)
Untuk mengetahui tokoh-tokoh sastra Angkatan
45.
4)
Untuk mengetahui contoh tulisan sastra
dari Angkatan 45.
1.4 Manfaat
Manfaat
penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada mahasiswa
Universitas Jember khususnya mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia tentang sejarah sastra periode 1945 – 1953.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Angkatan 45
Dalam masyarakat
Indonesia istilah angkatan 45 memiliki dua pengertian, yaitu :
1)
Pengertian dalam bidang politik dan
2)
Pengertian dalam bidang sastra dan seni.
Angkatan 45 dalam bidang politik
mencakup tokoh-tokoh masyarakat yang aktif berperan dalam perjuangan merebut
dan mempertahankan kemerdekaan sekitar tahun 1945. Angkatan 45 dalam pengertian
ini memiliki organisasi dan kepengurusan sendiri sejak dari pimpinan pusat
sampai pada cabang-cabangnya di daerah tingkat II di seluruh Indonesia.
Angkatan 45 dalam bidang sastra dan
seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak masa sesudah
Perang Dunia II dari yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri yang berbeda
dengan angkatan terdahulu. Karya sastra pada angkatan
45 ini bercorak lebih realis
dibandingkan karya sastra Angkatan Pujangga Baru
yang romantis dan idealis. Selain itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan pengalaman
hidup dan gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah bangsa Indonesia. Gaya dari sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan yang
"tidak berteriak tetapi melaksanakan". Sastra angkatan 45 juga
dikenal sebagai sastra yang bersifat wajar karena menggambarkan kehidupan
sewajarnya dan memperkenalkan tokoh-tokoh dalam gaya yang dramatis,
tidak mementingkan analisis fisik tetapi menonjolkan analisis kejiwaan melalui
percakapan antar tokoh. Karya sastra angkatan ini juga dikenal sebagai karya
sastra yang baru karena berhasil meletakkan indentitas Indonesia dalam setiap karyanya, tidak seperti karya sastra
angkatan-angkatan sebelumnya yang dipengaruhi oleh pengaruh asing.
Nama angkatan 45 sebenarnya baru
terkenal mulai tahun 1949 pada waktu Rosihan Anwar untuk pertama kalinya
melansir istilah angkatan 45 dalam suatu uraiannya dalam majalah Siasat tanggal 9 Januari 1949. Sebelum
itu, orang menggunakan istilah yang bermacam-macam untuk menyebut angkatan
tersebut, yaitu Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Sesudah
Perang, Angkatan Pembebasan, Generasi Gelanggang, Angkatan Bambu Runcing, dan
sebagainya.
Sejak tahun 1949 untuk menyebut
angkatan yang dimaksud orang menggunakan istilah angkatan 45. Walaupun namanya
angkatan 45, sebenarnya angkatan itu sudah timbul sejak tahun 42 (zaman
Jepang), yaitu sejak munculnya puisi-puisi Chairil Anwar, yang baik bentuk,
gaya bahasa, maupun isinya lain dari puisi-puisi sebelumnya.
Yang banyak jasanya dalam
mempertegas kehadiran angkatan 45 serta kedudukan penyair dan sastrawan
pendukungnya ialah H.B. Jassin. Ia berhasil memberikan uraian tentang seluk
beluk angkatan itu dan memberikan uraian tentang kepeloporan Chairil Anwar
dalam angkatan tersebut. Dengan didirikannya angkatan 45, dibuatlah Surat
Kepercayaan Gelanggang. Surat Kepercayaan Gelanggang merupakan sikap dan
pendirian angkatan 45, walaupun pernyataan itu dibuat pada tanggal 18 Februari
1950 dan baru disiarkan dalam majalah Siasat
pimpinan Rosihan Anwar pada tanggal 22 Oktober 1950. Jadi, kurang lebih
setahun sesudah Chairil Anwar meninggal (28 April 1949).
Surat Kepercayaan Gelanggang adalah
pernyataan sikap perkumpulan “Gelanggang Seniman Merdeka”, suatu perkumpulan
yang didirikan pada tahun 1947 yang didalamnya selain para pengarang, juga
berkumpul pelukis-pelukis, musikus, dan seniman lain. Karena para pengarang
Angkatan 45 berkumpul dan bergerak dalam kelompok ini maka Surat Kepercayaan
Gelanggang dipandang sebagai pernyataan sikap dan pendirian Angkatan 45 atau
sebagai perwujudan konsepsi angkatan tersebut. Isi selengkapnya Surat
Kepercayaan Gelanggang adalah sebagai berikut.
Surat
Kepercayaan Gelanggang
Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan
kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan
orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur baur dari
mana dunia-dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.
Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami
sawo matang, rambut kami hitam, atau tulang pelipis kami yang menjorok ke
depan, tapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati
pikiran kami. Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untuk kebudayaan
Indonesia. Kalau kami berbicara tentang kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat
kepada melaplap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan,
tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan
Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang
disebabkan oleh suara-suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara
sendiri. Kami akan menentang segala usaha-usaha yang mempersempit dan
menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.
Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas
nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa
revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.
Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli, yang
pokok ditemui itu ialah manusia. Dalam cara mencari, membahas, dan menelaahlah
kami membawa sifat sendiri.
Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat)
adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara
masyarakat dan seniman.
Jakarta, 18
Februari 1950
Bilamana kita ringkaskan, maka isi pokok Surat
Kepercayaan Gelanggang tersebut ialah:
1)
Angkatan 45 memandang dirinya sebagai
ahli waris kebudayaan dunia dan akan diteruskan kebudayaan itu menurut cara
mereka sendiri.
2)
Keindonesiaan mereka hanya dapat dikenal
dari wujud pernyataan hati dan pikiran mereka, bukan dari bentuk-bentuk
lahirnya.
3)
Kebudayaan Indonesia Baru tidak
semata-mata berdasarkan kebudayaan Indonesia lama, tetapi ditetapkan dari
ramuan hasil kebudayaan yang dating dari segenap penjuru dunia, yang kemudian
dilontarkan kembali dalam wujud ciptaan menurut kehendak mereka.
4)
Revolusi bagi mereka adalah penempatan
nilai-nilai baru di atas nilai-nilai lama yang sudah usang yang harus
dihancurkan.
5)
Mereka berpendapat bahwa antara
masyarakat dan seniman terjadi saling mempengaruhi.
Surat keprcayaan Gelanggang penting
artinya untuk memahami sikap, pendirian, dan cita-cita Angkatan 45. Konsepsi
Angkatan 45 tercermin dan bersumber pada Surat Kepercayaan Gelanggang.
Walaupun diantara pengarang Angkatan
45 ada yang tidak setuju dengan Surat Kepercayaan Gelanggang, pada hakikatnya
antara Surat Kepercayaaan Gelanggang dengan Angkatan 45 ada kaitan yang erat
sekali.
2.2 Ciri-Ciri Angkatan 45
1)
Terbuka
2)
Pengaruh
unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan sebelumnya
4)
Sastrawan
periode ini terlihat menonjol individualismenya
6)
Penghematan
kata dalam karya
7)
Lebih
ekspresif dan spontan
8)
Terlihat sinisme dan sarkasme
2.3 Tokoh-tokoh sastra angkatan 45
1) Chairil Anwar
Berdasarkan
penelitian H.B. Jassin, selama kegiatannya dari tahun 1942 sampai tahun1949
Chairil Anwar telah menghasilkan 94 tulisan, yang terdiri atas 70 puisi asli, 4
puisi saduran, 10 puisi terjemahan, 6 prosa asli, dan 4 prosa terjemahan.
Akan
tetapi, seperti sudah disebutkan pada bagian terdahulu, jumlah 70 puisi asli
itu harus dikuurangi dua sebagai puisi saduran, yaitu (1) puisi “Di Mesjid”,
sebagai saduran puisi De Waan Zinnige, karangan Jan H. Eekhout, (2) puisi
“Taman”, sebagai saduran puisi “De Tuin”, karangan Anthonie Donker dalam
kumpulan puisinya De Einder.
2) Asrul Sani
Asrul
Sani adalah seorang penyair Angkatan 45 yang berusaha menghindari masalah
angkatan dan tidak setuju dengan semboyan-semboyan yang sering digunakan oleh
pengarang Angkatan 45 yang lain. Juga semboyan Chairil Anwar tentang Human
Dignity oleh Asrul Sani dianggap sudah tidak bertenaga lagi, bahkan sering
digunakan untuk menyembunyikam kelemahan sendiri. Asrul Sani mengkritik Mochtar
Lubis yang pernah mengatakan bahwa dalam perkataan Human Dignity tersimpul
semua yang hendak kita perjuangkan. Ucapan semacam itu dipandang oleh Asrul
Sani hanya sebagai heroisch gebaar
yang kosong, yang tidak berarti.
Asrul
Sani dilahirkan di Sumatra Barat, 10 Juni 1926, adalah seorang dokter hewan
yang dalam dunia sastra bergerak dalam berbagai bidang. Ia banyak menulis esai,
cerpen, puisi, kritik, terjemahan, juga menyutradarai pementasan drama, dan
membuat film. Bersama Chairil ia pernah menjadi redaktur majalah Gema Suasana (yang kemudian berubah
menjadi Gema), kemudian bersama
Chairil Anwar, Rivai Apin, Rosihan Anwar, dan lain-lain menjadi redaktur
ruangan kebudayaan “Gelanggang” dalam majalah Siasat; dan yang terakhir ia memimpin majalah kebudayaan yang
bernama Gelanggang juga, tetapi hanya
terbit beberapa nomor saja.
Ia
pernah menjadi direktur ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia), ketua Lesbumi
(Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia), dan juga anggota DPRGR/MPRS
wakil seniman.
Sebagai
penyair telah banyak puisi yang digubahnya, tetapi hingga kini belum ada yang
diterbitkan secara khusus sebagai kumpulan puisi kecuali yang terdapat dalam
kumpulan puisi Tiga Menguak Takdir.
Puisi
Asrul Sani terasa merdu dan memberikan image
(gambaran) yang jelas. Ada puisinya yang cenderung gaya mantra, misalnya yang
berjudul “Mantra”. Memang sebagian puisi Asrul Sani menunjukkan nilai yang
meyakinkan, tetapi beberapa puisinya terasa agak berat, bersifat agak
intelektual.
3) Rivai Apin
Rivai Apin lahir pada
tanggal 30 Agustus 1927 di Padangpanjang. Ia telah banyak menulis puisi sejak
masih di sekolah menengah. Kecuali menulis sajak, ia bergerak di bidang lain
yang cukup banyak: menulis cerpen, esai, kritik, terjemahan, dan scenario film.
Apabila Chairil Anwar biasa disebut orang sebagai seorang anarkis individualis
(terutama berdasarkan puisinya yang berjudul “Kepada Kawan”); Asrul Sani
seorang moralis aristocrat; maka Rivai Apin terkenal sebagai nihilis emosional.
Dikatakan nihilis karena
tampaknya Rivai Apin tidak tahu arah hidup ini, tidak tahu apa yang harus
diperbuat tentang dunia ini. Apa yang ditulis terutama cetusan emosi yang
kurang pengendapan dan pemikiran. Selain kegiatannya menulis dalam berbagai
bidang tersebut, Rivai Apin pernah duduk sebagai anggota redaksi dalam berbagai
majalah antara lain: Gema Suasana,
Gelanggang, dan Zenith. Akan
tetapi, pada tahun 1954 ia keluar dari redaksi Gelanggang dan tidak lama kemudian aktif dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi kebudayaan yang
bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia pernah memimpin majalah
kebudayaan Zaman Baru, yaitu majalah
yang diterbitkan oleh Lekra. Karena meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI maka
Rivai Apin termasuk tokoh lekra yang diamankan oleh yang berwajib.
4) Idrus
Dalam masyarakat sastra
Idrus sering disebut sebagai pelopor Angkatan 45 dibidang prosa, walaupun ia
sendiri menolak penamaan semacam itu. Akan tetapi, peranannya dalam
perkembangan sastra selanjutnya kurang penting dibandingkan dengan Chairil
Anwar.
Ia pernah menjadi
redaktur Balai Pustaka, dan pada waktu itu ia berkenalan dengan
pengarang-pengarang, antara lain H.B Jassin, Sultan Takdir Alisjahbana, Nur
Sultan Iskandar, dan Sanusi Pane. Pengalaman kritik dan pendapatnya tentang
hubungannya dengan pengarang-pengarang itu kemudian dituangkan dalam novel
autobiografinya yang berjudul Perempuan
dan kebangsaan. Novel tersebut dimuat
dalam nomor gabungan majalah Kebudayaan
Indonesia, majalah yang mula-mula diterbitkan oleh Balai Pustaka. Walaupun
oleh pengarangnya sendiri novel itu diakui kurang berhasil, novel itu penting
untuk mengetahui kejiwaan Idrus pada waktu itu.
5)
Pramudya
Ananta Tur
Pengarang
keturunan Jawa ini berasal dari Blora, lahir tanggal 2 Februari 1925. Secara
formal sebenarnya Pramudya kurang langsung ada kaitannya dengan Angkatan 45
sebab ia tidak pernah ikut memimpin suatu penerbitan sebagai media kegiatan
Angkatan 45. Akan tetapi, berdasarkan karya sastra yang dihasilkan, ternyata
banyak persamaan antara hasil sastra Pramudya dengan pengarang-pengarang
Angkatan 45 yang lain.
Oleh
Teeuw dikatakan bahwa Pramudya merupakan penulis prosa yang terpenting dari
zamannya, baik ditinjau dari segi luasnya lapangan yang diliputi oleh
karya-karya kreatifnya maupun dari segi nilai karya sastra itu. Lebih lanjut
oleh Teeuw dikatakan bahwa Pramudya dari zaman antara tahun 1946 sampai dengan
1956 merupakan penulis prosa modern Indonesia yang teragung.
Karangan
yang pertama diterbitkan oleh Pramudya berjudul Kranji dan Bekasi Jatuh (1947).
Kemudian pada tahun 1949 ia menyiapkan cerpen berjudul Blora, yang ditulis waktu ia dipenjara. Setahun kemudian, novelnya Perburuan (1950) mendapat hadiah dalam
rangka sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka. Dua
karangannya yang terakhir inilah yang menyebabkan Pramudya terkenal dalam
masyarakat sastra Indonesia. Cerpen Blora
tersebut kemudian dimuat dalam kumpulan cerpen yang berjudul Subuh (1950).
Selain
nama-nama diatas juga terdapat nama-nama lain yaitu: Mochtar Lubis, Sitor
Situmorang, Achiat Karta Mihardja, Utuy Tatang Sontani, Trisno Sumarjo, Aoh K.
Hadimadja, M. Balfas, Rusman Sutiasumarga, Mh. Rustandi Kartakusuma, M. Ali.
2.4 Contoh Tulisan Sastra Dari Angkatan 45
1)
Puisi
Dongeng Buat Bayi Zus-Pandu (Asrul Sani)
Sintawati dating dari
Timur,
Sintawati
menyusur pantai,
Ia
cium gelombang melambung tinggi
Ia
hiasi dada dengan lumut muda,
Ia
bernyanyi atas karamg sore dan pagi,
Sintawati
telah dating dengan suka sendiri.
Sintawati
telah lepaskan ikatan duka.
Sintawati
telah belai nahkoda tua,
Telah
cumbu petualang berair mata
Telah hiburkan perempuan-perempuan
bernantian di pantai senja.
Jika
turun hujan terlahir di laut
Berkapalan
elang pulang ke benua
Sintawati
telah tunggu dengan warna bianglala,
Telah
bawa bunga, telah bawa dupa
Sintawati
telah mengambang di telaga gunung,
dan
panggil orang utas yang beryakinan kelabu,
Telah
menakik haruman pada batang tua,
Telah
dendangkan syair dari gadis remaja.
Sintawati
telah menyapu debu dalam kota,
Telah
mendirikan menara di candi-candi tua,
Sintawati
telah bawa terbang cuaca,
Karena
Sintawati senantiasa bercinta.
Sintawati
dating dari Timur,
Sintawati
telah datang………..
…………..
datang,
Sinta
datang……………….!
2)
Puisi
Aku (Chairil
Anwar)
Kalau
sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sendu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa ‘ku bawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sendu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa ‘ku bawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
3)
Surat
Kertas Hijau (Sitor Situmorang)
Segala kedaraannya tersaji hujau muda
Melayang di lembaran surat musim bunga
Berita dari jauh
Sebelum kapal angkat sauh
Segala kemontokan menonjol dikata-kata
Menepis dalam kelakar sonder dusta
Harum anak dara
Menghimbau dari seberang benua
Mari, dik, tak lama hidup ini
Semusim dan semusim lagi
Burungpun berpulangan
Mari, dik, kekal bisa semua ini
Peluk goreskan di tempat ini
Sebelum kapal dirapatkan.
4)
Malam
Lebaran (Sitor Situmorang)
Bulan di atas kuburan
5)
Jam
(Sitor
Situmorang)
Aman sendiri dalam sunyi kamar
Ia layangkan pandang pada surat kabar
Terjatuh. Lupa segala yang di luar
Serta matahari yang terus bersinar
Sunyi pun menyusup dalam pikiran
Yang terlihat semua seakan ketiduran,
Perabot, dinding dan kenangan
bertaburan,
Menyatu dalam samar kelupaan
Lalu dimimpinya berbunyi jam,
Berdetak dalam kenangan.
Tak ada yang gemerisik.
Detak jam bergema dalam,
Tepantul dasar kesedaran,
Kosong yang makin naik.
(Wajah Tak Bernama)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Angkatan 45 dalam
bidang sastra dan seni mencakup sejumlah pengarang dan seniman Indonesia sejak
masa sesudah Perang Dunia II dari yang memiliki konsepsi dan corak tersendiri
yang berbeda dengan angkatan terdahulu. Karya sastra
pada angkatan 45 ini bercorak lebih realis dibandingkan karya sastra Angkatan Pujangga Baru yang romantis dan idealis. Selain itu, karya sastra angkatan ini diwarnai dengan
pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya yang terjadi di tengah
bangsa Indonesia. Gaya dari
sastra ini lebih bersifat ekspresif dan revolusioner serta
bersifat nasionalis. Sastrawan angkatan ini juga dikenal sebagai sastrawan
yang "tidak berteriak tetapi melaksanakan". Sastra angkatan 45 juga
dikenal sebagai sastra yang bersifat wajar karena menggambarkan kehidupan
sewajarnya dan memperkenalkan tokoh-tokoh dalam gaya yang dramatis, tidak mementingkan analisis fisik tetapi menonjolkan
analisis kejiwaan melalui percakapan antar tokoh. Karya sastra angkatan ini
juga dikenal sebagai karya sastra yang baru karena berhasil meletakkan
indentitas Indonesia dalam setiap karyanya, tidak seperti karya sastra angkatan-angkatan
sebelumnya yang dipengaruhi oleh pengaruh asing.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka
perlu disarankan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengembangan sejarah sastra
perlu terus dikembangkan untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap sejarah
periodisasi sastra perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Rosidi, Ajib. 1988. “Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia”. Bina
Aksara: Jakarta
Sarwadi. 2004. "Sejarah Sastra Indonesia Modern". Yogyakarta: Gama Media
0 komentar:
Posting Komentar