Menurut
saya kebijakan pemerintah yang menghukum mati pemakai dan pengedar narkoba
tersebut sudah sesuai dengan Pancasila, karena selain mendapatkan kerugian pada
diri sendiri yaitu merusak kesehatan organ tubuh manusia itu sendiri, pengguna
narkoba juga dapat merugikan masyarakat, karena tak jarang pengguna narkoba
mengganggu masyarakat sekitar, bahkan tak jarang pula mereka mempengaruhi
orang-orang disekitarnya untuk menjadi pecandu narkoba.
Selain itu, pengguna narkoba seringkali terlibat dalam
tindakan-tindakan kriminalitas karena mereka selalu menghalalkan segala cara
untuk memperoleh uang. Oleh karena itu tak heran apabila pihak yang berwajib
memberikan sanksi yang berat bahkan baru baru ini sedang gempar-gemparnya
digalakkannya hukuman mati bagi pengguna,pengedar, dan pemroduksi narkoba.
Hal ini sesuai dengan
Pancasila, karena dalam Pancasila terdapat sila ke-4 yang berbunyi :
Kerakyatan yang dipimpin hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Yang mempunyai makna
antara lain:
1.
Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
2. Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
Pasal
yang dikenakan untuk para pengedar dan Bandar narkoba diantaranya pasal 144
ayat 2, pasal 132 ayat 1 dan pasal 137 dan ancaman hukumannya maksimal hukuman
mati.
Pasal 114 ayat 2 berbunyi : dalam hal perbuatan
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, menyerahkan atau menerima narkotika golongan 1 sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5
batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5gram pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 6
tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
ayat 1 .
Tetapi kebijakan pemerintah yang satu ini banyak
masyarakat yang merespon negative, menurut masyarakat mungkin kebijakan ini
memang menyeramkan, tapi mungkin lambat laun masyarakat sendiri akan setuju
dengan kebijakan ini, karena kebijakan ini untuk keselamatan kita bersama,
membuat orang enggan untuk masuk dalam dunia narkoba, entah itu menjadi
pengedar atau pemakai. Dan membuat orang lain merasa aman dengan tidak adanya
narkoba, yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Berikut lampiran
beritanya :
Liputan6.com, Kendari -
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan
hukuman mati di Indonesia adalah hukum positif yang masih diterapkan saat ini.
"Dalam konteks Indonesia, hukuman mati diberlakukan pada 2 kejahatan, yakni kejahatan narkoba dan korupsi," kata Lukman Hakim di Kendari, Sulawesi Tenggara, usai tatap muka dengan para tokoh lintas agama di daerah itu, Sabtu (7/3/2015).
Alasannya, imbuh Menteri Lukman, karena kejahatan narkoba memiliki daya rusak terhadap generasi dan bangsa yang sangat tinggi seperti halnya dengan korupsi.
"Karena memiliki daya rusak terhadap generasi dan bangsa yang sangat tinggi, sehingga dua kejahatan itu memungkinkan untuk dihukum mati dan itu dibolehkan," kata Menag.
Menurut Menteri Lukman, hukuman mati di Indonesia bukanlah sesuatu yang melanggar hak asasi manusia. Sebab, pemahaman hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah paham di mana HAM itu dimungkinkan untuk dibatasi semata-mata demi untuk menghormati HAM orang lain.
"Indonesia menganut HAM yang bisa dibatasi oleh undang-undang, bukanlah HAM yang tanpa batas atau bukan HAM liberal yang tanpa batas. Di mana pembatasan diberlakukan semata mata untuk terlindunginya HAM orang lain dan untuk menghormati orang lain," papar Menteri Lukman.
Lukman menggambarkan, akibat ulah para pengedar narkoba sehingga menyebabkan orang meninggal sekitar 50 orang setiap hari di Indonesia, bahkan saat ini ada 4,2 juta warga Indonesia yang menjadi pengguna narkoba, dan 1,2 juta di antaranya sudah tidak bisa disembuhkan.
"Karena itu dengan memberikan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba maha ikut menyelamatkan dan melindungi HAM orang lain," pungkas Menag Lukman Hakim. (Ant/Ans)
"Dalam konteks Indonesia, hukuman mati diberlakukan pada 2 kejahatan, yakni kejahatan narkoba dan korupsi," kata Lukman Hakim di Kendari, Sulawesi Tenggara, usai tatap muka dengan para tokoh lintas agama di daerah itu, Sabtu (7/3/2015).
Alasannya, imbuh Menteri Lukman, karena kejahatan narkoba memiliki daya rusak terhadap generasi dan bangsa yang sangat tinggi seperti halnya dengan korupsi.
"Karena memiliki daya rusak terhadap generasi dan bangsa yang sangat tinggi, sehingga dua kejahatan itu memungkinkan untuk dihukum mati dan itu dibolehkan," kata Menag.
Menurut Menteri Lukman, hukuman mati di Indonesia bukanlah sesuatu yang melanggar hak asasi manusia. Sebab, pemahaman hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah paham di mana HAM itu dimungkinkan untuk dibatasi semata-mata demi untuk menghormati HAM orang lain.
"Indonesia menganut HAM yang bisa dibatasi oleh undang-undang, bukanlah HAM yang tanpa batas atau bukan HAM liberal yang tanpa batas. Di mana pembatasan diberlakukan semata mata untuk terlindunginya HAM orang lain dan untuk menghormati orang lain," papar Menteri Lukman.
Lukman menggambarkan, akibat ulah para pengedar narkoba sehingga menyebabkan orang meninggal sekitar 50 orang setiap hari di Indonesia, bahkan saat ini ada 4,2 juta warga Indonesia yang menjadi pengguna narkoba, dan 1,2 juta di antaranya sudah tidak bisa disembuhkan.
"Karena itu dengan memberikan hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba maha ikut menyelamatkan dan melindungi HAM orang lain," pungkas Menag Lukman Hakim. (Ant/Ans)
Merdeka.com - Polri
telah menyiapkan personelnya untuk pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkoba
Bali Nine. Personel itu tergabung dalam tim khusus yang telah matang
persiapannya.
"Soal terpidana mati itu sudah kami siapkan, sudah ada regu yang nanti bekerja," kata Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti di Markas POM AL Jakarta Utara, Jumat (13/3).
Menurutnya, posisi regu tembak tersebut sekarang telah berada di Jawa Tengah. Hal itu agar ketika waktu eksekusi tiba tidak memakan waktu lama untuk ke lokasi.
"Semua regu tembak sudah kami persiapkan. Sekarang mereka sudah berada di Cilacap, Jawa Tengah. Jadi kalau digerakkan hanya butuh waktu 2-3 jam bisa langsung sampai," terang dia.
Lanjut dia, regu penembak yang dipersiapkan terdiri dari 300 personel. Mereka terbagi lagi menjadi beberapa tim untuk mengeksekusi satu orang terpidana mati.
"Setiap 1 terpidana 13 orang juru tembak," pungkas dia.
"Soal terpidana mati itu sudah kami siapkan, sudah ada regu yang nanti bekerja," kata Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti di Markas POM AL Jakarta Utara, Jumat (13/3).
Menurutnya, posisi regu tembak tersebut sekarang telah berada di Jawa Tengah. Hal itu agar ketika waktu eksekusi tiba tidak memakan waktu lama untuk ke lokasi.
"Semua regu tembak sudah kami persiapkan. Sekarang mereka sudah berada di Cilacap, Jawa Tengah. Jadi kalau digerakkan hanya butuh waktu 2-3 jam bisa langsung sampai," terang dia.
Lanjut dia, regu penembak yang dipersiapkan terdiri dari 300 personel. Mereka terbagi lagi menjadi beberapa tim untuk mengeksekusi satu orang terpidana mati.
"Setiap 1 terpidana 13 orang juru tembak," pungkas dia.
Menurut Menteri Luar Negeri Swiss, Didier Burkhalter, mengatakan negaranya siap menjadi penengah, khususnya untuk mengkomunikasikan dan membuka dialog bagi pihak yang bertentangan.
"Saya pikir penting bagi negara seperti Swiss untuk membangun jembatan antara opini-opini yang berbeda di dalam hal ini," ucap Didier usai pertemuan bilateral dengan Menlu RI, Retno L.P. Marsudi di Kementrian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta, Senin (16/3).
Ia mengatakan ada perbincangan mengenai hukuman mati antar kedua Menlu yang terarah. Didier memahami bahwa ada kepentingan mendesak Indonesia terkait darurat narkoba yang harus dilakukan.
"Dalam masalah hukuman mati, saya telah berdiskusi dengan Menlu mengenai aspek hukum dari hukuman mati. Menlu mengatakan kepada saya mengenai keseriusan kejahatan narkoba di negara ini," imbuh Didier.
Nah, meski Menlu Swiss memahami akan ancaman narkoba itu, masih banyak pihak lain tak setuju. Sehingga Didier memutuskan untuk membangun jembatan atau dialog. Di sisi lain, meski ditentang beberapa pihak, otoritas Indonesia pelaksana hukuman mati tetap tegas. Hukuman tersebut akan tetap dilaksanakan, meski belum ada waktu pasti.
“Ditekan seperti apapun, kami akan jalan terus. Ini konsistensi penegakan hukum dan kedaulatan negara,” ujar Jaksa Agung, HM Prasetyo belum lama ini.
Disebutkan, ada 11 orang yang grasinya sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo, baik WNI maupun WNA. Mereka di antaranya adalah warga Brasil Rodrigo Gularte, dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, warga Perancis Serge Areski Atlaoui, warga asal Ghana Martin Anderson, warga Nigeria Raheem Agbaje Salami, warga Filipina Mary Jane Fiesta Veloso, dan warga negara Indonesia Zainal Abidin.
0 komentar:
Posting Komentar